Medianesia.id, Mina — Fase puncak ibadah haji dimulai dengan wukuf di Arafah, mabit (bermalam) di Muzdalifah, dan berlanjut ke Mina yang disebut juga sebagai kota seribu tenda.
Ketiganya merupakan inti dari prosesi haji yang sarat makna dan ujian spiritual. Di antara ketiga lokasi itu, Mina menjadi tempat jemaah haji tinggal paling lama, yakni tiga hingga empat hari.
Terkenal dengan julukan Kota Seribu Tenda, Mina menjadi titik konsentrasi jutaan jemaah dari seluruh dunia setelah meninggalkan Arafah dan Muzdalifah.
Mina: Tempat Harapan dan Munajat
Secara bahasa, Mina juga disebut Muna, yang berarti harapan. Seperti diungkapkan oleh Muhammad Ulinnuha, anggota Mustasyar Diny PPIH Arab Saudi, Mina merupakan tempat terbaik untuk melangitkan harapan, berdoa, dan memohon kepada Sang Pemilik Semesta.
“Setelah menyelesaikan wukuf di Arafah dan mabit di Muzdalifah, jemaah bergerak menuju Mina untuk melanjutkan ritual, melempar jumrah, menyembelih hewan kurban, mencukur rambut, dan melaksanakan thawaf ifadah di Masjidil Haram, serta sa’i antara Bukit Safa dan Marwah,” jelasnya.
Mina juga dikenal sebagai tempat penyembelihan hewan kurban, yang bukan sekadar seremonial fisik, melainkan refleksi ketakwaan.
Dalam Al-Qur’an (Surah Al-Hajj: 37), “Daging (hewan kurban) dan darahnya itu sekali-kali tidak akan sampai kepada Allah, tetapi yang sampai kepadaNya adalah ketakwaanmu. Demikianlah Dia menundukkannya untukmu agar kamu mengagungkan Allah atas petunjuk yang Dia berikan kepadamu. Berilah kabar gembira kepada orang-orang yang muhsin.
Pada tanggal 10 Zulhijjah, jemaah melempar satu jumrah terbesar, yakni Jumrah Aqabah. Ritual ini bukan sekadar tindakan simbolik melempar batu ke tiang, melainkan sebagai bentuk perlawanan terhadap sifat buruk dan hawa nafsu yang selama ini bercokol dalam diri.
Setiap kerikil yang dilempar menyimbolkan tekad untuk menanggalkan satu kekurangan pribadi.
Berhala yang dilawan bukan hanya yang tampak di luar, tetapi juga yang bersemayam dalam hati dan pikiran: ego, kesombongan, kemalasan, dan ketakutan.
Meneladani Ibrahim: Kemenangan Atas Godaan Setan
Di Mina, jemaah meneladani perjuangan Nabi Ibrahim dalam menghadapi godaan setan.
Dengan tegas, Ibrahim menolak bujuk rayu iblis dan memilih taat kepada perintah Allah. Semangat inilah yang harus dijaga oleh setiap jemaah.
Melempar jumrah bukan hanya simbol perlawanan, tetapi juga komitmen untuk memulai hidup baru yang lebih bersih, lebih taat, dan lebih sadar akan misi keberagamaan.
Tak semua umat Islam diberi kesempatan oleh Allah untuk hadir di Mina. Ini adalah panggilan istimewa.
Di tempat ini, doa seperti tanpa batas, langit terasa dekat, dan rahmat Allah turun dengan derasnya.
Mina, Kota seribu tenda ini menjadi tempat muhasabah dan refleksi mendalam. Jemaah yang ikhlas akan pulang dengan jiwa yang lebih tenang, hati yang lebih terang, dan semangat hidup yang diperbarui.(*)
Editor: Brp