Penipuan Jasa Keuangan Merajalela, OJK Catat 42.257 Laporan, Kerugian Rp 700 Miliar

Medianesia
Penipuan Jasa Keuangan Merajalela, OJK Catat 42.257 Laporan, Kerugian Rp 700 Miliar
Ilustrasi uang rupiah. OJK temukan 42.257 laporan penipuan jasa keuangan. Foto: Dok Medianesia.

Medianesia.id, Batam – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat lonjakan kasus penipuan terkait layanan jasa keuangan, dengan total 42.257 laporan yang masuk ke Indonesia Anti Scam Center (IASC) per 9 Februari 2025.

Dari jumlah tersebut, sebanyak 40.936 laporan telah diverifikasi dengan nilai kerugian mencapai Rp 700 miliar dalam kurun waktu tiga bulan terakhir.

Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Perlindungan Konsumen OJK, Friderica Widyasari Dewi, mengungkapkan bahwa dari total laporan tersebut, sebanyak 70.390 rekening bank telah diverifikasi, dan 19.980 di antaranya telah diblokir.

“Total dana kerugian masyarakat dalam waktu tiga bulan mencapai Rp 700 miliar. Dari jumlah tersebut, kami telah berhasil memblokir sekitar Rp 100 miliar atau sekitar 15%. Kecepatan korban dalam melaporkan sangat menentukan seberapa besar dana yang dapat diselamatkan,” ujar Friderica dalam Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan (PTIJK) 2025 di Jakarta Convention Center, Selasa (11/2/2025).

OJK mengidentifikasi beberapa modus penipuan yang paling sering terjadi berdasarkan laporan yang masuk ke IASC:

Penipuan transaksi belanja online – Korban telah mentransfer uang, tetapi barang tidak pernah dikirim.

Investasi bodong – Pelaku menawarkan investasi fiktif yang ternyata tidak pernah ada.

Penipuan berkedok hadiah – Korban diminta membayar pajak atas hadiah yang sebenarnya tidak pernah ada.

Fake call dan penipuan via media sosial – Pelaku melakukan profiling korban dan menghubungi mereka dengan modus penipuan melalui pesan langsung (DM) di Instagram atau platform lainnya.

Penipuan lowongan kerja – Korban tertipu dengan tawaran pekerjaan palsu dan diminta membayar sejumlah uang.

Social engineering (soceng) dan pinjol fiktif – Pelaku mencuri data korban melalui rekayasa sosial untuk mengakses rekening mereka.

Pengiriman file aplikasi melalui WhatsApp – Korban menginstal aplikasi berbahaya yang memungkinkan pelaku mencuri data rekening.

Love scam – Korban tertipu dengan menjalin hubungan emosional palsu dan diminta mengirimkan uang.

Deep fake AI – Teknologi kecerdasan buatan dimanfaatkan untuk meniru suara atau wajah orang terdekat korban guna menipu mereka.

“Deep fake AI menjadi ancaman baru yang semakin mengkhawatirkan. Jika digunakan untuk meniru pejabat tinggi negara, kita mungkin masih waspada. Namun, bagaimana jika yang ditiru adalah orang tua, saudara, atau anak kita? Ini bisa sangat berbahaya,” tandas Friderica.

OJK mengimbau masyarakat agar lebih berhati-hati dalam bertransaksi dan tidak mudah tergiur dengan tawaran investasi yang tidak jelas.

Kecepatan dalam melaporkan kasus penipuan juga menjadi faktor kunci dalam penyelamatan dana yang telah ditransfer ke rekening pelaku.(*)

Editor: Brp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *