Medianesia.id, Tanjungpinang – Kebijakan wajib penggunaan fuel card untuk pembelian solar subsidi di Kota Tanjungpinang mulai 5 Agustus 2024 lalu, memberikan dampak yang signifikan terhadap penjualan solar di sejumlah Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU).
Seperti pantauan di SPBU Jalan Soekarno Hatta, Pengawas SPBU, Andi, mengungkapkan bahwa penjualan solar subsidi mengalami penurunan. Jika sebelumnya bisa mencapai 6-7 ton per hari, kini hanya berkisar 2 ton per hari.
“Penurunan ini disebabkan karena banyaknya pengendara truk yang belum memiliki fuel card,” ujarnya.
Kondisi ini diperparah dengan adanya kendala dan keluhan dari para sopir truk terkait penerapan fuel card. Biaya administrasi pembuatan fuel card yang mencapai Rp50 ribu dianggap memberatkan, terutama bagi para sopir dengan penghasilan pas-pasan.
Selain itu, proses pembuatan fuel card juga dinilai cukup rumit dan memakan waktu. Hal ini membuat sejumlah sopir enggan untuk membuat fuel card dan memilih untuk mencari SPBU lain yang masih melayani pembelian solar secara tunai.
Penurunan penjualan solar subsidi ini tidak hanya berdampak pada pendapatan SPBU, tetapi juga berpotensi memengaruhi perekonomian lokal.
Pasalnya, banyak sektor usaha yang bergantung pada ketersediaan solar subsidi, seperti sektor transportasi dan perindustrian.
Penerapan fuel card bertujuan untuk lebih menargetkan penyaluran subsidi solar kepada masyarakat yang berhak.
Namun, kebijakan ini juga perlu memperhatikan aspek praktis dan sosial, seperti biaya administrasi yang terjangkau dan proses pembuatan yang mudah.
Pemerintah dan pihak terkait perlu melakukan evaluasi terhadap kebijakan ini dan mencari solusi untuk mengatasi kendala-kendala yang dihadapi oleh para pengguna.
Salah satunya adalah dengan memberikan sosialisasi yang lebih intensif kepada masyarakat terkait manfaat dan cara penggunaan fuel card.(Mhd)
Editor: Brp
