Medianesia.id, Jakarta – Center of Economic and Law Studies (CELIOS) baru saja merilis hasil analis bertajuk “China-Indonesia Provincial Index,” yang menganalisis pengaruh China di 38 provinsi Indonesia.
Laporan ini mencakup delapan sektor utama, antara lain akademik, media, kebijakan luar negeri, ekonomi, politik lokal, kemasyarakatan, penegakan hukum, dan teknologi.
Direktur Divisi Indonesia-China CELIOS, Muhammad Zulfikar Rakhmat, mengungkapkan mayoritas pengaruh China saat ini masih terkonsentrasi di Pulau Jawa.
Jakarta memimpin dengan skor pengaruh sebesar 31,8 persen, diikuti oleh Jawa Tengah dengan skor 29,5 persen. Temuan ini menggarisbawahi fokus strategis China pada Pulau Jawa sebagai pusat keterlibatan mereka di Indonesia. Namun, secara ekonomi, kata Zulfikar, Jawa Tengah memimpin.
“Kalau di sektor ekonomi, yang nomor satu adalah Jawa Tengah. Salah satu alasannya adalah karena adanya special economic zone (kawasan ekonomi khusus) di Batang Industrial Park, di mana di situ banyak investasi China,” ungkap Zulfikar.
Kuatnya investasi China di Jawa Tengah, lanjutnya juga dikarenakan adanya kedekatan sosok Ganjar Pranowo dengan China. Ganjar yang pernah menjabat sebagai Gubernur Jawa cukup intens bertemu dengan perwakilan-perwakilan dari China, katanya.
Meski demikian, kata Zulfikar, pengaruh ekonomi China yang sangat kuat tidak serta merta berimbas pada perekonomian Jawa Tengah. Ia menekankan sampai detik ini Jawa Tengah masih tercatat sebagai salah satu provinsi termiskin di Indonesia.
“Jadi sebenarnya kalau ditanya memberikan dampak yang positif atau engga, engga juga. Dan memang sengaja di laporan ini kita hanya meneliti tentang footprint atau pengaruh keberadaan tapi tidak melihat dampaknya. Jadi belum tentu keberadaan China yang signifikan berbanding lurus dengan misalnya peningkatan kesejahteraan atau ekonomi,” jelasnya.
Setelah Jawa Tengah, Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Tengah merupakan provinsi yang juga merasakan kuatnya pengaruh China.
Zulfikar mengatakan, ini karena adanya investasi signifikan di industri nikel dan pembangunan kawasan industri yang juga bekerja sama dengan China. Namun, katanya, lagi-lagi pengaruh ini tidak berdampak signifikan terhadap perekonomian provinsi-provinsi itu.
“Bahkan kalau kita melihat, justru membawa dampak yang negatif dari segi lingkungan, kesehatan dan sebagainya. Jadi makanya ketika ditanyakan keuntungan buat siapa dari ini semua? Apakah Jakarta? Apa hanya segelintir orang? Atau bahkan ini hanya menguntungkan perusahaan China saja?,” jelasnya.
“Provinsi lainnya seperti Banten, Sulawesi Barat, Riau, Papua Tengah, Nusa Tenggara Barat, Maluku Utara, Kalimantan Tengah, Jawa Barat, Jambi, Jakarta, dan Aceh masing-masing mendapatkan skor 50 persen, menandakan tingkat keterlibatan ekonomi yang moderat. Provinsi- provinsi ini mendapatkan manfaat dari kemitraan perdagangan, proyek investasi, dan usaha bersama dengan China. Skor Jakarta sebesar 50 persen, mencerminkan pengaruh ekonomi China yang moderat, dengan diversifikasi investasi yang meluas hingga ke luar ibu kota,” jelasnya.
Kuatnya pengaruh ekonomi China di Indonesia bukanlah tanpa sebab. Ia mengungkapkan berdasarkan data pada tahun 2023 tercatat bahwa Indonesia merupakan negara penerima dana inisiatif sabuk dan jalan (BRI) terbesar di dunia. Maka dari itu, Indonesia sangat penting bagi China.
“Menurut saya Indonesia juga mencari investasi dari China, jadi Chinanya tidak cuma datang, tapi diundang juga. Jadi kalau kita melihat secara global, Indonesia itu penting apalagi secara regional, secara ASEAN Indonesia adalah negara paling besar, posisinya paling strategis dan ini yang dicari oleh China,” katanya.
Laporan China-Indonesia Provincial Index menyuguhkan kajian yang komprehensif untuk menilai pengaruh China di berbagai bidang. Dalam studi ini, “pengaruh China” yang dimaksud tidak hanya mengacu pada dampak yang diberikan oleh lembaga pemerintah saja, tetapi juga perusahaan swasta dan organisasi non-pemerintah asal China di Indonesia.
Diplomat Ahli Madya Kementerian Luar Negeri Dino R. Kusnaidi mengakui besarnya pengaruh China di Indonesia. Namun, ia menegaskan bahwa sejak merdeka, Indonesia selalu independen dan aktif dalam menjalankan hubungan dengan negara-negara lain, sehingga tidak hanya berfokus pada China. Indonesia, katanya.
Dino mengatakan, terkait China, Indonesia telah meningkatkan bentuk kerjasamanya dari startegis menjadi komprehensif.
“Itu berawal dari kerja sama strategis di 2007. Jadi 2013 itu menjadi kerja sama yang komprehensif yang artinya membuka kerja sama atau kolaborasi yang besar di semua bidang bukan hanya di kritikal ekonomi saja, sosial dan budaya tetapi langsung kepada bidang yang diprioritaskan oleh Indonesia,” ungkap Dino.
Lebih jauh Dino menuturkan bahwa kedekatan Indonesia dengan China dikarenakan para pemimpin China menawarkan kerjasama terbaik kepada Indonesia.
“Kalau kalian melihat program dari Presiden Jokowi, seperti membuat infrastruktur, misalnya. Cara mereka (China) dalam membuka komunikasi, membuka ekonomi Indonesia, kita harus akui bahwa pilihan yang disodorkan oleh China kepada Indonesia merupakan yang terbaik sejauh ini untuk memenuhi investasi, memenuhi teknologi informasi, transfer teknologi, dan juga membuka koneksi hulu dan hilir untuk membuat manufaktur,” jelasnya.
Meski demikian, Dino menegaskan bahwa pemerintah Indonesia tetap berupaya untuk menjalin diplomasi ekonomi dengan negara-negara lain.
“Kami selalu berusaha melibatkan semua negara yang berkepentingan dalam pembangunan Indonesia, yang tentunya bisa membawa kesejahteraan, dan kemudian bisa menjadi jalan yang baik untuk berkolaborasi. Dan menurut saya dengan kajian ini, saya kira ada beberapa instrumen untuk melihat apakah jembatan-jembatan itu benar-benar bermanfaat bagi Indonesia atau tidak,” tutupnya.(gi/ab)
Sumber: VOA Indonesia
Komentar