oleh

Mahkamah Konstitusi Ubah Ambang Batas Pencalonan Kepala Daerah

banner 728x90

Medianesia.id, Jakarta – Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian gugatan yang diajukan oleh Partai Buruh dan Partai Gelora terhadap Undang-Undang Pilkada. Dalam putusan tersebut, MK memutuskan untuk mengubah ambang batas syarat pencalonan kepala daerah, yang sebelumnya dianggap diskriminatif.

“Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian,” ujar Ketua MK, Suhartoyo, saat membacakan putusan, Selasa (20/8).

MK menyatakan, Pasal 40 ayat 1 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015, yang mengatur tentang syarat pencalonan kepala daerah dengan ambang batas 20 persen kursi legislatif, bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945.

Oleh karena itu, MK memutuskan untuk mengubah persyaratan pencalonan kepala daerah yang tercantum dalam pasal tersebut.

Berdasarkan putusan MK, partai politik atau gabungan partai politik kini dapat mengajukan pasangan calon kepala daerah dengan persyaratan baru yang disesuaikan dengan jumlah penduduk di provinsi masing-masing:

a. Provinsi dengan jumlah penduduk hingga 2 juta jiwa: partai politik atau gabungan partai politik harus memperoleh suara sah paling sedikit 10% di provinsi tersebut.

b. Provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari 2 juta hingga 6 juta jiwa: partai politik atau gabungan partai politik harus memperoleh suara sah paling sedikit 8,5% di provinsi tersebut.

c. Provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari 6 juta hingga 12 juta jiwa: partai politik atau gabungan partai politik harus memperoleh suara sah paling sedikit 7,5% di provinsi tersebut.

d. Provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari 12 juta jiwa: partai politik atau gabungan partai politik harus memperoleh suara sah paling sedikit 6,5% di provinsi tersebut.

Gugatan ini diajukan oleh Partai Buruh dan Partai Gelora karena mereka menilai Pasal 40 UU Pilkada sebelumnya diskriminatif terhadap partai yang tidak memiliki kursi di DPRD.

Dengan putusan MK ini, syarat pencalonan kepala daerah menjadi lebih inklusif, memungkinkan partai-partai dengan suara signifikan di tingkat provinsi untuk mencalonkan kepala daerah, meskipun tidak memiliki kursi di DPRD. **

Editor: Brp

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *