Medianesia.id, Batam – Wacana pembatasan pembelian BBM subsidi sempat membuat heboh masyarakat. Isu ini pertama kali dilontarkan oleh Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan.
Belakangan, Luhut justru menyatakan bahwa pemerintah tidak akan mengubah sistem pembelian maupun harga jual BBM subsidi untuk sepeda motor. BBM subsidi dijamin akan tersedia bagi 130 juta sepeda motor tanpa ada pembatasan.
Namun, ia tidak memberikan kejelasan apakah hal serupa akan diberlakukan pada kendaraan roda empat atau mobil.
“Saya sudah pernah mengatakan dan saya ulangi lagi. Tidak akan ada perubahan mengenai pembelian atau harga Pertalite bagi 130 juta sepeda motor. Tidak akan ada,” tegas Luhut seperti ditulis detikcom, Kamis (25/7/2024).
Meski begitu, Luhut menyampaikan masih ada kemungkinan kebijakan pembatasan subsidi BBM untuk masyarakat yang sudah mampu diberlakukan oleh pemerintah. Dengan kata lain, masyarakat yang dianggap mampu tidak akan bisa membeli BBM subsidi.
Selain itu, menurut Luhut, Indonesia bisa menghemat lebih dari Rp 45 triliun dengan adanya penyaluran BBM subsidi yang lebih tepat sasaran.
Namun, Luhut tidak menjelaskan secara rinci upaya yang akan dilakukan untuk menerapkan kebijakan tersebut.
“Yang sekarang kita hitung-hitung, ngapain mensubsidi bensin saya. Itu kan rugi kita banyak. Mestinya kita hemat Rp 45 triliun atau lebih. Jadi kita lagi berpikir dan menghitung sekarang bagaimana,” beber Luhut.
Di sisi lain, Luhut juga buka suara mengenai kabar akan adanya BBM jenis baru yang dirilis pemerintah.
Ia menyebut sebenarnya yang akan diluncurkan bukan BBM baru, melainkan peningkatan kualitas BBM yang sudah ada saat ini.
Targetnya, pemerintah akan meluncurkan BBM dengan kandungan sulfur berstandar Euro IV dan V.
“Tidak ada BBM baru. Masih sama. Tapi dengan kualitas yang lebih bagus, Euro IV, Euro V. Kita mau standar ke situ,” kata Luhut.
Luhut menjelaskan bahwa sejauh ini ada dua opsi yang akan ditempuh pemerintah untuk meningkatkan kualitas BBM. Pertama, melalui produk ramah lingkungan bioetanol, atau kedua, melalui penyesuaian pengelolaan kilang untuk produksi BBM dengan kandungan sulfur rendah.
“Pilihannya bioetanol atau nanti kilang Pertamina di-refurbished sehingga nanti mereka memproduksi bensin yang low sulfur,” ujar Luhut.
“Tapi kan refinery-nya harus diperbaiki, karena refinery kita itu sudah lama, jadi harus ada penyesuaian sana sini,” lanjutnya.
Hal ini tentu akan menambah beban produksi, sehingga kemungkinan akan ada kenaikan harga BBM non-subsidi yang dilakukan secara bertahap agar tidak membebani masyarakat.
“Nah pikiran kita kalau pun nanti dengan perbaikan ini, kenaikannya mungkin Rp 10 atau Rp 20 secara bertahap sehingga tidak terasa,” ujar Luhut.(*/Brp)
Editor: Brp