oleh

Singapura Tambah Impor Listrik Bersih dari Indonesia, Targetkan 6GW pada 2035

banner 728x90

Medianesia.id, Batam – Energy Market Authority (EMA) Singapura telah menambah jumlah impor listrik rendah karbon dari Indonesia. Pada Kamis (5/9/2024), dua perusahaan baru menerima persetujuan bersyarat (Conditional Approval/CA) untuk impor listrik tersebut.

Dalam pengumuman yang disampaikan oleh Menteri Tenaga Kerja sekaligus Menteri Kedua Perdagangan dan Industri Singapura, Tan See Leng, pada acara Indonesia International Sustainability Forum (ISF) 2024, Singapura memberi persetujuan kepada Singa Renewables dengan kuota impor 1 gigawatt (GW) dan Shell Eastern Trading sebesar 0,4 GW. Dengan penambahan ini, total impor listrik bersih yang disetujui mencapai 1,4 GW.

Sejauh ini, Singapura telah memberikan persetujuan impor kepada tujuh perusahaan, sehingga total listrik yang diimpor dari Indonesia meningkat menjadi 3,4 GW dari sebelumnya 2 GW.

Sebelumnya, perusahaan seperti Pacific Medco Solar Energy (0,6 GW), Adaro Solar International (0,4 GW), EDP Renewables APAC (0,4 GW), Vanda RE, dan Keppel Energy (masing-masing 0,3 GW) telah mendapatkan izin untuk impor listrik.

Tan See Leng menjelaskan bahwa perdagangan listrik antara Indonesia dan Singapura memberikan keuntungan bagi kedua negara.

Selain memasok listrik bersih ke Singapura, proyek ini diyakini akan mendorong pertumbuhan industri energi terbarukan di Indonesia, termasuk produksi baterai dan panel surya.

“Pendapatan dari ekspor listrik ini akan digunakan untuk mempercepat proyek-proyek energi terbarukan di Indonesia guna mempercepat dekarbonisasi negara tersebut,” jelasnya.

Pada 2021, Singapura menargetkan untuk mengimpor listrik bersih hingga 4 GW pada 2035. Namun, dengan perkembangan yang menggembirakan, EMA berencana meningkatkan target impor listrik menjadi 6 GW pada tahun yang sama.

Secara keseluruhan, EMA telah mengeluarkan persetujuan bersyarat untuk sembilan proyek, dengan lima di antaranya sudah mencapai tahap lisensi bersyarat.

Beberapa proyek termasuk impor listrik rendah karbon dari Kamboja oleh Keppel Energy (1 GW) dan dari Vietnam oleh Sembcorp Utilities (1,2 GW).

EMA juga menggarisbawahi pentingnya dekarbonisasi sektor listrik melalui berbagai sumber energi, seperti hidrogen, tenaga surya, energi panas bumi dalam, energi nuklir, dan teknologi penangkapan serta penyimpanan karbon.

“Kami akan terus meneliti semua jalur dekarbonisasi untuk mencapai keseimbangan optimal antara keamanan energi, keberlanjutan, dan daya saing biaya,” jelas EMA dalam pernyataan resminya.(*/Brp)

Editor: Brp

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *