Medianesia.id, Batam – Negara Singapura kembali menjadi sorotan dunia setelah melaksanakan eksekusi mati terhadap dua terpidana kasus narkoba dalam sepekan terakhir.
Tindakan tegas ini menuai kritik dari berbagai pihak, termasuk organisasi hak asasi manusia dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Eksekusi terbaru adalah seorang pria berusia 59 tahun pada Rabu (7/8/2024) karena terbukti bersalah mengedarkan lebih dari 35 gram heroin.
Sebelumnya, pada Jumat lalu, seorang pria berusia 45 tahun juga bernasib serupa akibat kasus penyelundupan narkoba jenis yang sama.
Biro Narkotika Pusat Singapura (CNB) menyatakan bahwa kedua terpidana telah melalui proses hukum yang lengkap dan memiliki kesempatan untuk mengajukan banding. Namun, upaya mereka ditolak oleh pengadilan.
Pemerintah Singapura bersikukuh bahwa hukuman mati merupakan alat yang efektif untuk memberantas kejahatan narkoba dan menjaga keamanan negara.
Undang-undang narkoba di Singapura sangat ketat, di mana perdagangan lebih dari 15 gram heroin dapat dijatuhi hukuman mati.
“Hukuman mati telah terbukti menjadi pencegah yang kuat terhadap perdagangan narkoba,” tegas seorang pejabat tinggi Singapura.
Namun, pandangan berbeda datang dari komunitas internasional. PBB dan berbagai organisasi hak asasi manusia mengecam keras praktik hukuman mati di Singapura.
Mereka berpendapat bahwa hukuman mati tidak manusiawi dan tidak efektif dalam mengurangi angka kejahatan.
Perdebatan mengenai hukuman mati di Singapura telah berlangsung selama bertahun-tahun.
Di satu sisi, pemerintah berpegang teguh pada keyakinan bahwa hukuman mati adalah satu-satunya cara untuk melindungi masyarakat. Para kritikus terus menyuarakan pentingnya menghormati hak hidup manusia.(*/Brp)
Editor: Brp
Komentar