Medianesia.id – Sepasang elang jawa (Nisaetus bartelsi) dilepasliarkan di Areal Hutan Konservasi, Taman Safari Indonesia (TSI), Bogor, baru-baru ini.
Pelepasliaran elang jawa ini dilakukan oleh tim Balai
Balai Taman Nasional Gunung Halimun Salak (BTNGHS), Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (BBTNGGP), TSI dan IPB University.
Sepasang elang jawa yang bernama Parama dan Jelita ini merupakan program kerja kolaborasi antara BTNGHS dengan TSI, PT Smelting, BBTNGGP, dan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Jawa Barat.
Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati dan Spesies Genetik KLHK, Indra Exploitasia mengatakan pelepasliaran sepasang elang jawa ini agar mengembalikan peran fungsi ekologis dan biologis satwa di habitat alaminya.
Selain itu, kegiatan pelepasliaran ini diharapkan dapat meningkatkan populasi satwa di habitat alaminya.
“Pelepasliaran satwa ini merupakan program yang dicanangkan oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang disebut dengan ex-situ link to in-situ yaitu bagaimana pengembangbiakan yang ada di ex-situ kembali ke habitat alamnya sehingga meningkatkan populasi,” jelasnya.
Parama berjenis kelamin jantan lahir secara alami di Kandang Rehabilitasi PSSEJ yang dikelola oleh BTNGHS.
Parama dilepasliarkan setelah melewati masa pelatihan selama 2 tahun. Jelita berjenis kelamin betina lahir dari hasil breeding yang dilakukan TSI di kandang pengembangbiakan yang dibangun oleh PT Smelting dan telah melewati tahapan habituasi di kandang pelatihan.
Sebelum dilepasliarkan, Parama dan Jelita dipasangkan Platform Transfer Terminal (PTTs) dengan jenis PinPoint Solar GPS-Argos berat 21 gram untuk monitoring selama berada di habitat alaminya.
“Monitoring ini dipantau dengan teknologi satelit dan diharapkan dapat melindungi satwa dari kepunahan dengan melakukan pemantauan secara berkala, nyata, dan dapat dipertanggungjawabkan,” tambah Indra.
Sepasang elang jawa ini telah melalui beberapa rangkaian prosedur pelepasliaran diantaranya pengecekan kesehatan satwa oleh tenaga medis, penilaian perilaku satwa, dan kajian kesesuaian habitat.
Berdasarkan hasil kajian habitat (habitat assessment) dan ground check, Areal Hutan Villa Hijau dinilai cocok berdasarkan beberapa kriteria, diantaranya kondisi habitat, keberadaan pesaing, aksesibilitas dan potensi keberadaan pakan, serta lokasinya yang berbatasan langsung dengan kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango.
Elang jawa merupakan satwa endemik Pulau Jawa. Satwa ini merupakan salah satu jenis burung pemangsa (raptor) yang mempunyai peranan penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem.
Elang jawa dilindungi oleh Undang-Undang serta telah ditetapkan sebagai simbol satwa langka nasional melalui Keputusan Presiden Nomor 4 tahun 1993 karena kelangkaan dan kemiripannya dengan Garuda – Lambang Negara Indonesia.
Elang jawa juga merupakan salah satu dari 25 jenis satwa prioritas yang telah ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (Ditjen KSDAE) melalui Surat Keputusan Direktur Jenderal KSDAE Nomor: 180/IV-KKH/2015 tentang Penetapan 25 Satwa Terancam Punah Prioritas untuk ditingkatkan populasinya.
Kegiatan yang dapat dilakukan dalam upaya untuk meningkatkan populasi satwa tersebut antara lain melalui pembinaan habitat dan populasi, penanggulangan konflik, perlindungan dan pengamanan, penyadartahuan, rehabilitasi dan pelepasliaran.
(BRM*)