Medianesia.id, Batam – Tunjangan Hari Raya (THR) adalah hak pekerja yang wajib diberikan oleh pemberi kerja menjelang hari raya keagamaan. Tetapi bagaimana sejarahnya hingga kini, simak ulasannya berikut ini.
Tradisi ini ternyata hanya ada di Indonesia dan telah berlangsung sejak tahun 1951. Awalnya, THR hanya diperuntukkan bagi pegawai negeri sipil (PNS), namun kini berlaku bagi seluruh pekerja sesuai dengan regulasi ketenagakerjaan.
Sejarah THR di Indonesia dari Masa ke Masa
Mengacu pada data Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan Indonesia Baik, pemberian THR pertama kali dimulai pada era Kabinet Soekiman Wirjosandjojo pada 1951.
Saat itu, kebijakan ini bertujuan meningkatkan kesejahteraan Pamong Pradja—yang kini dikenal sebagai PNS.
Berikut perkembangan THR dari waktu ke waktu:
1951: Awal Pemberian THR
Perdana Menteri Soekiman memberikan tunjangan kepada Pamong Pradja dalam bentuk uang persekot (pinjaman awal).
Dana ini dipotong dari gaji bulan berikutnya.
1952: Protes Pekerja Swasta
Kaum buruh dan pekerja swasta menuntut hak yang sama, karena THR hanya diberikan kepada Pamong Pradja.
1954: Hadiah Lebaran bagi Pekerja Swasta
Menteri Perburuhan menerbitkan surat edaran yang menghimbau perusahaan untuk memberikan “Hadiah Lebaran” sebesar 1/12 dari gaji pekerja.
1961: Hadiah Lebaran Jadi Kewajiban Perusahaan
Surat edaran yang sebelumnya hanya bersifat imbauan diubah menjadi peraturan menteri.
Pemberian Hadiah Lebaran menjadi kewajiban bagi perusahaan bagi pekerja dengan masa kerja minimal 3 bulan.
1994: Hadiah Lebaran Resmi Menjadi THR
Menteri Ketenagakerjaan mengubah istilah “Hadiah Lebaran” menjadi “Tunjangan Hari Raya” (THR).
2016: Aturan Pemberian THR Direvisi
Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 6 Tahun 2016 menetapkan bahwa THR wajib diberikan kepada pekerja yang telah bekerja minimal 1 bulan.
Mengacu pada Permenaker No. 6 Tahun 2016, THR Keagamaan merupakan pendapatan non-upah yang wajib diberikan oleh pengusaha kepada pekerja atau keluarganya.
Pihak yang berhak menerima THR yakni pekerja/buruh dengan perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) dan perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT) yang sudah bekerja minimal 1 bulan.
Kemudian pekerja/buruh PKWTT yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) maksimal H-30 sebelum hari raya, pekerja/buruh yang dipindahkan ke perusahaan lain dengan masa kerja berlanjut.
Besaran THR Keagamaan yang diterima adalah satu bulan upah bagi pekerja dengan masa kerja minimal 12 bulan, serta proporsional bagi pekerja dengan masa kerja 1–12 bulan.
Berdasarkan perhitungan upah sebulan sesuai dengan kebijakan perusahaan, selama tidak lebih rendah dari ketentuan pemerintah.
THR tidak hanya menjadi tradisi, tetapi juga hak pekerja yang diatur oleh hukum. Dengan aturan yang semakin jelas, diharapkan semua pekerja bisa menikmati THR secara adil dan tepat waktu.(*)
Editor: Brp