Medianesia.id, Jakarta – FIFA memberi sanksi kepada Indonesia akibat tindakan dari para suporter pada laga Timnas Indonesia vs Bahrain di Jakarta, Maret 2025 lalu.
Akibat sanksi itu, PSSI harus mengurangi jumlah penonton saat Indonesia menjamu China pada laga ronde ketiga Kualifikasi Piala Dunia 2026, Kamis (6/6/2025) mendatang.
“Jadi PSSI sudah mendapatkan surat (sanksi) dari FIFA, dengan referensi FDD-23338 Pasal 15 tentang diskriminasi,” kata anggota PSSI, Arya Sinulingga.
Baca juga: Sanksi FIFA Terbaru Buat PSSI, Ini Daftar 5 Hukuman yang Pernah Bikin Sepak Bola Indonesia Vakum
“Keputusan FIFA yang menyatakan PSSI harus bertanggungjawab terhadap perilaku diskriminatif suporter pada saat pertandingan Indonesia lawan Bahrain,” sambungnya.
Arya menjelaskan, berdasarkan laporan, FIFA menyatakan suporter Indonesia paling aktif berada di tribun utara dan selatan atau yang menempati area belakang gawang.
Perilaku diskriminatif terjadi di sektor 19, pada menit 80. Sekitar 200 suporter Indonesia, meneriakkan kata-kata yang mengandung unsur Xenophobia kepada Bahrain.
Baca juga: PSSI Gelar Hydroplus Piala Pertiwi 2025
“Suporter berteriak ‘Bahrain bla bla bla’, akibatnya yang pertama PSSI kena denda hampir setengah miliar, Rp400 juta lebih,” ujar Arya.
“Kemudian yang kedua, PSSI diperintahkan FIFA untuk memainkan pertandingan berikutnya (lawan Tiongkok) dengan jumlah penonton terbatas,” sambung Arya.
Untuk itu, PSSI diminta FIFA untuk mengurangi 15 persen jumlah tiket untuk suporter dari kapasitas di tribun utara dan selatan.
PSSI juga harus memberikan rencana pemetaan tempat duduk kepada FIFA, 10 hari sebelum pertandingan Indonesia vs China berlangsung.
Baca juga: KONAMI-PSSI Umumkan Kemitraan Lisensi Dunia eFootball
Selain itu, FIFA juga memerintahkan pemasangan spanduk anti-diskriminasi pada saat pertandingan Indonesia kontra Indonesia.
“FIFA juga meminta kepada PSSI untuk bikin rencana komprehensif melawan tindakan diskriminasi di sepak bola Indonesia,” tutur Arya.
Arya menjelaskan bahwa FIFA sangat fokus dengan isu-isu sensitif karena punya prinsip kesetaraan, kemanusiaan, saling menghargai dan menghormati.
“Jadi tidak boleh ada ujaran kebencian, rasisme, xenophobia dan lain-lainnya. Ini pembelajaran bagi kita semua,” tegas Arya. (*/Mhd)
Editor: Brp