Medianesia.id, Batam – Greenflation, atau inflasi hijau, menjadi ancaman baru di tengah transisi energi. Kondisi ini dipicu oleh kenaikan harga komoditas penting, seperti tembaga, litium, dan kobalt, yang dibutuhkan untuk memproduksi energi terbarukan.
Greenflation mengacu pada kondisi pembengkakan biaya dan harga karena model bisnis yang mengadaptasi metode produksi dengan teknologi rendah karbon.
Sistem produksi ini akan meningkatkan biaya marjinal setiap unit yang diproduksi dalam jangka pendek dan meningkatkan penggunaan energi.
Salah satu faktor yang menyebabkan greenflation adalah kenaikan harga komoditas penting, seperti tembaga, litium, dan kobalt.
Kendaraan listrik, misalnya, menggunakan mineral enam kali lebih banyak dibandingkan kendaraan konvensional.
Sementara, pembangkit listrik tenaga angin lepas pantai membutuhkan jumlah tembaga tujuh kali lipat dibandingkan dengan pembangkit listrik tenaga gas.
Seiring dengan meningkatnya permintaan untuk teknologi ramah lingkungan, pasokan komoditas penting menjadi terbatas dalam jangka pendek dan menengah.