Medianesia.id, Batam – Kejaksaan Negeri Batam menerima pengembalian dana dari 14 saksi yang saat ini menjalini pemeriksaan terkait Dugaan Korupsi Anggaran konsumsi di Sekretaris Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Batam.
Hal ini pun mendapatkan apresiasi dari Ketua Badan Anti Korupsi Independen (BAKIN) Provinsi Kepri Zakaria Nurdin SE. “Kita mengapresiasi pihak Kejaksaan Negeri Batam yang telah menerima pengembalian dana dari tersebut,” jelas Zakaria dalam keterangan resminya, Senin (29/6/2020).
Sebelumnya, pihak Kejari Batam dalam konfrensi pers yang dilaksanakan Rabu (17/6/2020) lalu, pihak Kejari Batam mengakui bahwa belasan saksi telah melakukan pengembalian uang hasil dugaan korupsi tersebut.
Diantaranya, beberapa saksi selaku rekanan atau penyedia dan Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) yang berstatus ASN maupun dari pihak rekanan telah mengembalikan uang fee dengan jumlah berbeda.
Sementara yang menjadi perhatian khusus adanya pengembalian uang dari pemilik perusahaan rekanan atau penyedia, adalah salah satu anggota DPRD Batam yang menduduki posisi sebagai Wakil Ketua I saat ini.
Dikatakan sebelumnnya, bahwa perusahaan miliknya dipinjam oleh temannya guna melaksanakan secara teknis penyediaan konsumsi di DPRD Batam tersebut.
“Yang menjadi pertanyaan apakah administrasi dari perusaahaan miliknya memberikan kuasa penuh kepada temannya, atau memang yang bersangkutan terlibat langsung sebagai pemilik perusaahaan. Mengingat, tentunya dalam administrasi ada tanda tangan yang bersangkutan,” ungkapnya.
BAKIN juga menyoroti persoalan dugaan adanya korupsi di lingkungan DPRD Batam.
“Melihat modus kasus penyediaan Konsumsi fiktif ini, tentu arahnya bisa ke kategori Gratifikasi atau suap, sebagaimana tertuang Menurut ketentuan Pasal 5 jo. Pasal 12 huruf a dan huruf b UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (“UU Tipikor”), baik pelaku pemberi maupun penerima gratifikasi diancam dengan hukuman pidana,” jelasnya.
Yang berbunyi;
Pasal 5 UU Tipikor
(1) Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) setiap orang yang:
a. memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya; atau
b. memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya. (2) Bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a atau huruf b, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
“Apalagi substansi kasus penyedia Komsusmsi fiktif ini sebagaimana tertuang Pasal 2 dan 3 UU Tipikor yang memuat kata-kata, “yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonornian negara”.
“Unsur ini penting untuk menentukan dapat tidaknya pelaku korupsi dipidana.
Secara normatif, jika semua unsur dalam Pasal 2 dan Pasal 3 terbukti. Maka pelaku dapat dijatuhi pidana penjara maupun uang pengganti,” kata Zakaria.
“Sehingga, kami dari BAKIN akan tetap konsisten terus mengawasi dan berharap masyarakat mengawal dugaan keterlibatan ASN dan Anggota DPRD terpilih tahun 2019 ini. Sebagaimana amanat UU tentang peran masyarakat terhadap pemberantasan tindak pidana Korupsi,” tegasnya.
Meski berbagai pihak ada yang telah mengembalikan uang yang diduga hasil korupsi tersebut, tammbahnya, dirinya sangat berharap Kejari Batam tetap memproses secara hukum pihak terkait.
“Pengembalian dana itu tidak menghentikan proses hukum. Tapi setidaknya bisa meringankan saja. Jadi, mau di Wakil ketua DPRD ataupun ketua DPRD. Maka, kita minta Kejari Batam bertindak tegas. Kita akan terus mengawal kasus ini,” terangnya. (**/rilis)
Komentar